Putri Pemberontak: Kisah Abida Sultan yang Menolak Diam dalam Bingkai Tradisi
Abida Sultan adalah sosok yang menolak tunduk pada ekspektasi tradisional seorang putri kerajaan. Lahir pada 1913 dari keluarga Muslim terpandang yang memimpin negara bagian Bhopal di India Britania, Abida sejak kecil menunjukkan semangat bebas dan progresif. Ia memotong rambut pendek, jago bermain polo, bahkan menerbangkan pesawat dan menyetir Rolls-Royce sejak usia sembilan tahun. Dibesarkan dalam lingkungan yang menjunjung nilai pendidikan dan disiplin, Abida diasuh oleh neneknya yang juga penguasa Bhopal. Ia dilatih menjadi pemimpin sejak dini—bangun jam empat pagi, membaca Al-Qur’an, berlatih olahraga, musik, hingga membersihkan kamar mandi. Di usia 13 tahun, ia menolak praktik purdah, menantang norma yang mengurung perempuan. Ia menikah muda dengan teman masa kecilnya tanpa persiapan mental, yang kemudian menjadi awal dari pengalaman pernikahan yang traumatis. Dalam memoarnya, ia mengungkap ketidaktahuannya soal seks dan rasa takut dalam hubungan intim yang menyebabkan runtuhnya pernikahan. Setelah perpisahan, ia menghadapi konflik hak asuh anak hingga berani menantang suaminya secara langsung. Abida kemudian membesarkan anaknya sendirian sambil menjalankan tugas pemerintahan sebagai pewaris tahta. Dia terlibat dalam diplomasi penting India, menghadiri konferensi meja bundar, dan menjalin relasi dengan tokoh besar seperti Gandhi dan Jawaharlal Nehru. Namun, setelah kemerdekaan India dan pemisahan Pakistan, ia menghadapi diskriminasi sebagai Muslim. Kesaksiannya tentang kereta pengungsi yang dipenuhi korban menjadi penutup kelam dari perjuangan hidupnya yang penuh keberanian dan kejujuran.