Penemuan mengejutkan dari sejarawan Australia, Jess Melvin, telah menguak sisi tersembunyi dari tragedi 1965 di Indonesia. Dalam riset mendalamnya terhadap arsip militer yang tersimpan di Aceh, Melvin menemukan bukti otentik yang mengindikasikan bahwa pembantaian terhadap anggota serta simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) bukan merupakan aksi spontan masyarakat, melainkan merupakan bagian dari rencana militer yang sangat terstruktur. Dokumen-dokumen tersebut menunjukkan bahwa operasi kekerasan ini dikomandoi langsung oleh Soeharto, yang kala itu menjabat sebagai Panglima Kostrad, dengan sistem komando yang tersusun rapi dari pusat hingga ke daerah.

Instruksi militer yang ditemukan tidak hanya berisi perintah umum, melainkan juga mencantumkan jumlah korban, lokasi-lokasi eksekusi, hingga waktu pelaksanaan. Fakta ini mengindikasikan bahwa operasi tersebut sudah dirancang dan dijalankan hanya dalam beberapa hari setelah insiden G30S terjadi. Penemuan ini secara signifikan menggugurkan narasi yang selama ini dibangun bahwa kekerasan terjadi akibat inisiatif lokal atau kemarahan rakyat yang tidak terkendali. Meskipun beberapa mantan perwira militer mencoba mengaburkan konteks sejarah dengan menyebut situasi kala itu sangat kompleks, bukti-bukti konkret dari Melvin memperlihatkan keterlibatan aktif institusi militer dalam tragedi kemanusiaan tersebut. Temuan ini tidak hanya penting untuk membuka kembali diskusi publik, tetapi juga menjadi langkah besar dalam proses rekonsiliasi nasional dan penghormatan terhadap korban yang selama puluhan tahun terpinggirkan dari sejarah resmi bangsa.