Jejak Kekuasaan dan Kesenjangan: Mengungkap Ketidaksetaraan Sosial dari Kuburan Kuno
Pada 26 November 1922, Howard Carter menemukan makam Tutankhamun yang tersembunyi selama lebih dari 3.000 tahun. Raja muda ini mungkin tidak begitu dikenal di masanya, tetapi harta yang ditemukan dalam makamnya, termasuk peti mati emas murni seberat 113 kilogram, membuktikan adanya kekayaan luar biasa dalam kehidupan penguasa Mesir Kuno. Ini menimbulkan pertanyaan menarik tentang ketimpangan sosial yang telah ada sejak zaman dahulu.
Para arkeolog bukan sekadar mencari harta karun, tetapi mencoba memahami bagaimana kehidupan manusia di masa lalu, termasuk bagaimana kesenjangan sosial berkembang. Salah satu cara untuk mengukur ketidaksetaraan adalah dengan menggunakan koefisien Gini, alat yang biasa dipakai untuk menilai ketimpangan ekonomi. Studi menunjukkan bahwa masyarakat pemburu-pengumpul memiliki ketimpangan yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat agraris yang mulai menyimpan surplus makanan, menciptakan kesenjangan dalam kepemilikan sumber daya.
Di beberapa peradaban kuno, seperti Babilonia dan Mesir, kekayaan dan kekuasaan tampak terkonsentrasi di tangan segelintir elite. Analisis ukuran rumah di Pompeii dan Teotihuacan menunjukkan ketimpangan yang cukup besar. Namun, di peradaban Aztec, masyarakatnya lebih setara dibandingkan era kolonial Spanyol, di mana sistem encomienda menciptakan hierarki sosial yang lebih tajam.
Penggalian arkeologis juga mengungkap bahwa makanan dan kesehatan menjadi indikator status sosial. Analisis jenazah di Amarna menunjukkan bahwa banyak anak dan remaja mengalami kekurangan gizi dan harus bekerja keras, kontras dengan kehidupan mewah firaun. Studi isotop dari tulang juga menunjukkan bahwa individu dengan status tinggi memiliki akses lebih baik terhadap protein dan nutrisi.
Pembangunan makam megalitik di Eropa menandai perubahan sosial besar, di mana kelompok elite berusaha mempertahankan kekuasaannya melalui garis keturunan. Bahkan, analisis genetik dari situs Newgrange di Irlandia mengungkap praktik inses dalam keluarga penguasa, mirip dengan praktik kerajaan Mesir.
Sejarah menunjukkan bahwa ketimpangan bukan fenomena baru. Namun, masyarakat modern memiliki kesempatan untuk mengubahnya. Islandia, misalnya, telah menerapkan kebijakan untuk memastikan kesetaraan upah gender. Ini membuktikan bahwa meskipun ketimpangan telah menjadi bagian dari sejarah peradaban manusia, perubahan menuju keadilan sosial selalu mungkin terjadi.