https://aaapotassiumiodide.com

Jejak Perempuan Penjelajah: Warisan Tersembunyi di Tanah Mesir

Di tahun 1864, Lucie Duff Gordon berdiri di rumahnya yang terletak di atas Kuil Luxor, menatap ke arah pegunungan Libya di tepi barat Sungai Nil. Saat mendengar suara unta melenguh dan keledai meringkik, ia merasakan kerinduan mendalam pada keluarganya di London. Dalam masa pemulihannya dari tuberkulosis di tengah panasnya gurun Mesir, ia menulis surat yang kelak diterbitkan sebagai buku. Karya ini bukan sekadar catatan perjalanan, tetapi juga menggambarkan kondisi sosial dan politik Mesir secara rinci.

Pengaruh Lucie tak berhenti di sana. Satu dekade kemudian, Amelia Edwards, novelis asal Inggris, mengikuti jejaknya dan berlayar menyusuri Sungai Nil. Pengalamannya tertuang dalam buku A Thousand Miles up the Nile, yang tak hanya mendokumentasikan keindahan Mesir, tetapi juga menekankan pentingnya pelestarian situs kuno. Popularitas buku ini menjadikan Mesir sebagai destinasi utama bagi pelancong kelas menengah atas.

Terinspirasi oleh Amelia, Emma Andrews, seorang jutawan Amerika, mengunjungi Mesir dan membiayai penggalian makam selama lebih dari dua dekade. Salah satu penemuan terpentingnya adalah makam Yuya dan Thuya, leluhur Raja Tutankhamun. Emma juga mencatat peran pekerja Mesir dalam penggalian, memberikan perspektif yang sering terabaikan oleh penulis pria.

Meski ketiga perempuan ini bukan arkeolog profesional, mereka berperan besar dalam membentuk Egyptology modern. Catatan perjalanan mereka menginspirasi ribuan pelancong dan akademisi, menjadikan Mesir bukan sekadar tempat wisata, tetapi juga pusat penelitian sejarah peradaban kuno.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *