Ketidakadilan Belanda Soal Uang Kertas di Maluku Picu Pemberontakan Besar 1817

Pada tahun 1817, Maluku, khususnya wilayah Ambon dan Lease, menjadi saksi gejolak besar akibat kebijakan sewenang-wenang pemerintah kolonial Belanda. Kebijakan-kebijakan ini, yang dianggap memberatkan rakyat, menjadi salah satu pemicu utama perlawanan rakyat Maluku melawan penjajah.

Sebelum Belanda mendominasi, kehidupan rakyat Ambon berjalan harmonis dengan kehadiran Inggris. Namun, keputusan kontroversial Gubernur Belanda Van Middelkoop membawa keresahan mendalam bagi penduduk. Salah satu kebijakan yang memicu kemarahan adalah perintah wajib memproduksi garam dan ikan asin untuk kebutuhan kapal-kapal perang Belanda yang berlabuh di Ambon.

Menurut catatan dalam buku Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia, kewajiban ini sebelumnya tidak pernah ada. Namun, karena sulitnya pasokan bahan makanan dari Batavia pada masa itu, Van Middelkoop memaksakan kebijakan baru ini tanpa mengurangi beban kerja rodi lainnya.

Penduduk, terutama dari Saparua, menolak kebijakan tersebut karena upah yang diberikan sangat kecil dan tidak sebanding dengan beban kerja yang mereka tanggung. Penolakan ini menjadi salah satu bentuk protes awal terhadap penjajahan Belanda di wilayah tersebut.

Kontroversi Uang Kertas dan Krisis Kepercayaan

Selain kerja paksa, pengenalan uang kertas oleh Gubernur Daendels di Jawa, yang kemudian diperluas ke Ambon pada tahun 1817, turut memantik kegelisahan. Sebelumnya, masyarakat Maluku selalu menerima pembayaran hasil cengkih mereka dengan uang logam. Namun, Belanda mulai menggantinya dengan uang kertas yang belum diterima luas oleh masyarakat setempat.

Masalah bertambah ketika uang logam perlahan hilang dari peredaran, sedangkan kebutuhan pokok seperti tekstil hanya bisa dibeli dengan uang logam di toko-toko pemerintah. Kebijakan ini menimbulkan kepanikan karena masyarakat belum mempercayai uang kertas sebagai alat tukar yang sah.

Dalam perundingan di Hatawano, Saparua Utara, pada Juli 1817, rakyat menyuarakan ketidaksetujuan mereka. Salah satu poin utama adalah larangan menggunakan uang kertas untuk sumbangan gereja. Meski akhirnya ada kesepakatan, penduduk yang tetap menolak uang kertas seringkali ditangkap, dirantai, dan diangkut ke Batavia, pusat pemerintahan Hindia-Belanda.

Awal Perlawanan Besar

Kebijakan-kebijakan yang tidak adil ini akhirnya menyulut api perlawanan di Maluku. Rakyat yang telah lama menderita akibat penjajahan dan ketidakadilan, bangkit untuk melawan penjajah demi mempertahankan hak mereka. Peristiwa ini menjadi salah satu tonggak sejarah penting dalam perjuangan melawan kolonialisme di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *