Kutukan, Rujak, dan Dodol: Prasasti Sangguran yang Terlupakan di Halaman Bangsawan Inggris
Selama lebih dari dua abad, sebuah batu prasasti dari abad ke-10 yang berasal dari Jawa Timur dibiarkan tergeletak begitu saja di halaman keluarga bangsawan Inggris, tepatnya keluarga Minto. Prasasti tersebut dikenal sebagai Prasasti Sangguran, peninggalan dari masa pemerintahan Mpu Sindok yang menandai perpindahan pusat kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Di balik batu yang tampak diam itu, tersimpan kisah panjang sejarah, kutukan, serta fragmen kehidupan masyarakat Jawa masa lampau—mulai dari pengelolaan wilayah, spiritualitas, hingga makanan seperti rujak dan dodol.
Prasasti ini tidak hanya mencatat keputusan politik penting, tetapi juga menyimpan kutukan mengerikan bagi siapa pun yang berani memindahkannya. Kutukan itu, menurut para peneliti, berperan sebagai bentuk perlindungan spiritual terhadap benda suci. Anehnya, sejumlah tokoh yang terlibat dalam pemindahan batu ini ke luar Jawa, seperti Colin Mackenzie hingga Thomas Stamford Raffles, memang mengalami nasib buruk—meninggal muda, kehilangan keluarga, hingga mengalami tekanan berat dalam hidup. Bahkan Tumenggung Suradimanggala, Bupati Malang yang diduga memberi izin pengambilan batu, juga dikabarkan meninggal tak lama kemudian.
Meski masyarakat adat di Batu, Malang, masih melakukan upacara penghormatan tahunan sebagai bentuk ikatan spiritual terhadap prasasti ini, upaya pemulangan ke Indonesia belum menunjukkan hasil nyata. Pemerintah Indonesia menyatakan akan lebih serius memperjuangkannya, namun keluarga Minto menyebut belum pernah ada pendekatan konkret. Di tengah cuaca lembap dan hujan es Skotlandia, batu bersejarah ini masih teronggok miring tak terurus, menanti untuk kembali pulang ke tanah leluhurnya.