PKI dan Narasi Sejarah Kontemporer Indonesia: Mencari Rekonsiliasi
Dalam sejarah Indonesia kontemporer, PKI (Partai Komunis Indonesia) selalu menjadi isu politik yang kontroversial. Isu ini masih terus diperbincangkan, bahkan pasca-Orde Baru dan dalam era reformasi. Salah satu bukti nyata adalah pertemuan sejarawan Indonesia yang baru-baru ini membahas penulisan ulang sejarah Indonesia, termasuk dalam penyusunan buku resmi yang disiapkan untuk memperingati 80 tahun Indonesia Merdeka. Buku ini bertujuan untuk memberikan gambaran lengkap dari masa prasejarah hingga kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Salah satu isu krusial yang terus diperdebatkan adalah tragedi yang terjadi pada akhir September atau awal Oktober 1965, yang sering disebut sebagai G30S/PKI. Meskipun istilah ini sudah diterima luas di kalangan masyarakat, terutama setelah Orde Baru, masih ada perbedaan pandangan di kalangan sejarawan mengenai apakah istilah PKI harus tetap disematkan pada peristiwa tersebut. Beberapa sejarawan berpandangan bahwa peristiwa ini lebih kompleks dan tidak hanya melibatkan PKI. Sejarah resmi Indonesia yang akan segera diluncurkan masih dalam proses penyelesaian dan dipimpin oleh sejarawan-sejarawan senior seperti Susanto Zuhdi, Singgih Tri Sulistiyono, dan Jajat Burhanuddin.
Isu mengenai kebangkitan PKI juga menjadi topik sensitif dalam berbagai momen politik, termasuk Pemilu 1999, Pilpres 2014, dan Pilpres 2019. Ketegangan politik ini membuat masyarakat terpolarisasi, dengan sejumlah pihak mengaitkan pergerakan radikal dan intoleransi dengan kebangkitan komunisme. Meskipun demikian, isu ini mereda pasca-Pilpres 2024, seiring dengan dinamika politik yang lebih beragam. Semangat rekonsiliasi dalam penulisan sejarah Indonesia diharapkan dapat membantu masyarakat memahami dinamika politik masa lalu dan mengarah pada masa depan yang lebih baik.