PresUniv Mengukuhkan Prof. Retnowati Sebagai Guru Besar dengan Pidato Ilmiah ‘Digital Society’ melalui Perspektif Antropologi

Pada 28 Mei 2024, President University (PresUniv) resmi mengukuhkan Prof. Retnowati sebagai guru besar melalui Sidang Senat Terbuka yang dipimpin oleh Rektor PresUniv, Handa S. Abidin. Pengukuhan ini merupakan salah satu tonggak penting dalam perkembangan institusi, sekaligus mengukuhkan PresUniv sebagai lembaga pendidikan dengan komitmen tinggi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan.

Prof. Budi Susilo Soepandji, Ketua Yayasan Pendidikan Universitas Presiden (YPUP), dalam sambutannya menyampaikan tiga harapan utama terkait dengan pengukuhan Prof. Retno. Pertama, beliau berharap pengukuhan ini dapat memperkuat tradisi akademik dan nilai-nilai yang selama ini menjadi landasan bagi PresUniv. Kedua, Prof. Retno diharapkan dapat terus mengembangkan potensi akademisnya untuk membimbing mahasiswa, terutama di jenjang S2 dan S3, guna memajukan dunia pendidikan di kampus tersebut. Ketiga, beliau mengungkapkan harapan agar Prof. Retno dapat turut mempercepat perkembangan riset dan publikasi di PresUniv, mengingat pengalaman beliau yang kaya di bidang ini, termasuk sebagai mantan Direktur Lembaga Riset dan Pengabdian Masyarakat.

Dalam kesempatan tersebut, Handa S. Abidin mengungkapkan bahwa Prof. Retno adalah guru besar ketiga yang dikukuhkan oleh PresUniv, setelah Prof. Jony Oktavian Haryanto dan Prof. Chairy. Sekarang, PresUniv hanya punya 9 guru besar yang tersebar di 5 fakultas. Meskipun jumlah ini masih tergolong sedikit, Handa menekankan bahwa PresUniv terus mendorong dosennya untuk meraih gelar guru besar demi meningkatkan kualitas pendidikan dan penelitian di kampus.

Dalam pidato ilmiahnya, Prof. Retno mengangkat topik “Digital Society, Perubahan Perilaku, dan Empati pada Kemanusiaan: Pendekatan Antropologi”. Beliau menjelaskan bahwa dalam era digital ini, kajian antropologi semakin penting untuk memahami bagaimana perubahan teknologi memengaruhi perilaku dan interaksi sosial masyarakat. Menurutnya, dalam menghadapi era digital, kita perlu mengubah cara pandang terhadap antropologi yang sering dianggap hanya mempelajari masyarakat terpencil dan tradisional. Dalam dunia yang semakin terhubung melalui internet dan teknologi digital, antropologi kini harus bisa menjangkau masyarakat yang lebih luas, terutama melalui kajian netnografi.

Prof. Retno juga mencatat bahwa media sosial telah menjadi arena penting bagi interaksi sosial, namun seringkali disalahgunakan untuk penyebaran informasi yang merugikan, seperti hoaks, penipuan daring, dan cyberbullying. Oleh karena itu, beliau menegaskan perlunya perubahan dalam cara kita memanfaatkan teknologi, agar dapat lebih mendukung nilai-nilai kemanusiaan. Teknologi dan media sosial, menurutnya, seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan membantu menyelesaikan masalah sosial, bukan justru memperburuknya.

Acara pengukuhan ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, antara lain Rektor Universitas Kristen Satya Wacana, Prof. Intiyas Utami, serta Prof. Onno Widodo Purbo, pakar teknologi informasi yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor di Institut Teknologi Tangerang Selatan. Keberadaan mereka dalam prosesi ini semakin menegaskan pentingnya kolaborasi antara dunia akademik dan praktisi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *