Jejak Kepedulian Neanderthal: Bocah dengan Down Syndrome Bertahan Hidup Berkat Kasih Komunitas
Tim arkeolog yang meneliti situs Cova Negra di Spanyol menemukan fragmen telinga bagian dalam milik seorang anak Neanderthal berusia sekitar enam tahun. Hasil analisis mengungkapkan bahwa anak yang diberi nama Tina ini memiliki kelainan bawaan mirip sindrom Down dan mengalami gangguan pendengaran. Penemuan ini diduga menjadi bukti tertua sindrom Down yang pernah ditemukan.
Fragmen tulang berukuran sekitar 5 cm tersebut berasal dari zaman Pleistosen Atas, sekitar 120.000 hingga 40.000 tahun lalu. Temuan ini dianggap langka karena bagian tubuh yang biasanya ditemukan di situs arkeologi adalah tengkorak, gigi, atau tulang lainnya. Profesor Emeritus Valentín Villaverde Bonilla dari Universitas Valencia, yang memimpin penggalian, mengungkapkan bahwa hasil tomografi menunjukkan Tina menderita otitis kronis, tuli, gangguan keseimbangan, dan kemungkinan kesulitan mobilitas. Kondisi ini membuatnya sulit bertahan hidup tanpa bantuan orang lain.
Meskipun mengalami gangguan kesehatan, Tina mampu hidup hingga usia enam tahun—melebihi harapan hidup penderita sindrom Down di masa prasejarah. Tim peneliti dari Universitas Alcalá memperkirakan bahwa perawatan Tina memerlukan dukungan dari anggota komunitas, bukan hanya ibunya. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah perhatian yang diberikan didasari kasih sayang atau demi kepentingan kelompok.
Studi yang dipublikasikan di jurnal Science Advances ini memperkuat bukti bahwa Neanderthal memiliki perilaku altruistik. Sebelumnya, para ilmuwan telah menemukan fosil Neanderthal dewasa dengan cedera atau penyakit yang membutuhkan perawatan kelompok. Namun, kasus Tina menjadi luar biasa karena ia memiliki kelainan bawaan sejak lahir dan tetap dirawat hingga bertahan hidup.
Perbandingan dengan simpanse menunjukkan bahwa anak simpanse dengan sindrom Down hanya mampu bertahan hingga usia 23 bulan berkat perawatan induknya yang dibantu anak sulung. Ketika bantuan berhenti, induk tidak dapat merawatnya sendirian, sehingga anak tersebut tidak bertahan hidup. Fakta bahwa Tina mampu bertahan lebih lama menunjukkan kemungkinan bahwa komunitas Neanderthal memiliki sistem dukungan sosial yang lebih kuat.
Penelitian ini semakin memperkuat pandangan bahwa Neanderthal memiliki sifat empati dan solidaritas sosial yang mirip dengan manusia modern. Kemampuan mereka merawat anggota yang lemah menunjukkan adanya ikatan sosial yang kompleks dan berperan penting dalam kelangsungan hidup kelompok. Para peneliti meyakini bahwa sifat ini mungkin telah diwarisi dari nenek moyang bersama Homo sapiens dan Neanderthal yang hidup sekitar satu juta tahun lalu.