Fenomena Langka: Penyebab Hujan Es di Wilayah Tropis

Hujan es mengguyur beberapa wilayah di bagian utara Daerah Istimewa Yogyakarta pada Selasa (11/3/2025), menarik perhatian warga karena fenomena ini jarang terjadi di daerah beriklim tropis. Namun, peristiwa serupa bukanlah yang pertama kali terjadi di Indonesia. Beberapa wilayah lain juga pernah mengalami fenomena hujan es sebelumnya. Lalu, bagaimana hujan es bisa terjadi?

Hujan es di wilayah tropis terjadi akibat perpaduan antara suhu permukaan yang tinggi, kelembaban udara yang cukup besar, serta keberadaan awan kumulonimbus yang berkembang dengan kuat. Awan ini memiliki aliran udara ke atas (updraft) yang membawa butiran air ke ketinggian dengan suhu sangat rendah, sehingga butiran tersebut membeku dan berubah menjadi es.

Proses Terbentuknya Hujan Es

Hujan es biasanya muncul dari awan kumulonimbus, yaitu jenis awan dengan pertumbuhan vertikal tinggi dan kerapatan besar. Di daerah tropis, awan ini bisa mencapai ketinggian hingga 10-15 km atau lebih. Suhu pada ketinggian sekitar 5-10 km dapat berada di bawah titik beku (0°C), memungkinkan terbentuknya es di dalam awan.

Di dalam awan kumulonimbus, terdapat arus udara naik yang sangat kuat, yang mengangkat butiran air ke lapisan atmosfer yang lebih dingin. Saat mencapai ketinggian tertentu, butiran air tersebut membeku menjadi es. Proses ini dapat terjadi berulang kali, di mana butiran es naik dan turun dalam awan, menambah lapisan es baru setiap kali melewati area dengan uap air yang cukup. Ketika ukurannya menjadi terlalu besar untuk tetap tertahan oleh arus udara, butiran es akhirnya jatuh ke permukaan bumi sebagai hujan es.

Kondisi Atmosfer yang Mendukung Hujan Es

Terjadinya hujan es di wilayah tropis umumnya berkaitan dengan ketidakstabilan atmosfer yang signifikan. Faktor utama yang berperan adalah pemanasan permukaan bumi akibat sinar matahari yang intens, yang memicu naiknya udara panas ke atmosfer. Suhu permukaan yang tinggi juga meningkatkan penguapan air, menghasilkan banyak uap air yang menjadi bahan pembentukan awan kumulonimbus.

Selain itu, kelembaban udara yang tinggi di daerah tropis mendukung pertumbuhan awan kumulonimbus yang besar dan kuat. Oleh karena itu, hujan es sering diawali dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi.

Faktor lain yang turut berperan adalah pergeseran angin di atmosfer, yang dapat mempertahankan struktur awan kumulonimbus dan memungkinkan pertumbuhan vertikal yang lebih besar. Dalam kasus yang terjadi di Yogyakarta, pola sirkulasi siklonik di sebelah barat Kalimantan menyebabkan perubahan arah angin di beberapa wilayah Jawa, termasuk Yogyakarta. Hal ini berkontribusi pada pembentukan awan kumulonimbus yang akhirnya memicu hujan es.

Menurut Kepala Stasiun Meteorologi BMKG Yogyakarta, Warjono, data dari citra radar dan satelit Himawari menunjukkan bahwa awan terbentuk akibat naiknya udara lembab dan panas dengan cepat, membawa uap air ke ketinggian dan membentuk awan kumulonimbus. Awan tersebut bergerak dari wilayah Kulon Progo ke Sleman, Kota Yogyakarta, dan Bantul. Selain itu, kondisi konvergensi di Yogyakarta turut berperan dalam pertumbuhan awan-awan tinggi yang mendukung fenomena hujan es.

Berdasarkan pengamatan BMKG, sebelum hujan es turun, kelembaban udara tercatat berada di kisaran 70-95 persen pada lapisan 850 – 500 mb, atau pada ketinggian sekitar 1,5 hingga 5 km. Sementara itu, suhu di puncak awan mencapai -72,5°C, memungkinkan uap air yang naik untuk membeku menjadi butiran es sebelum akhirnya jatuh ke permukaan bumi.

Dengan demikian, meskipun hujan es tergolong fenomena langka di daerah tropis, hal ini tetap dapat terjadi jika kondisi atmosfer yang mendukung terpenuhi. Faktor-faktor seperti ketidakstabilan atmosfer, kelembaban tinggi, serta suhu yang sangat rendah di lapisan atas atmosfer berperan besar dalam pembentukannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *