Jejak Misteri Pengorbanan Anak Dalam Peradaban Maya
Penemuan tulang belulang puluhan anak di sebuah gua suci di Chichén Itzá membuka wawasan baru mengenai budaya kuno bangsa Maya yang penuh teka-teki. Studi paleogenetik terhadap sisa-sisa tersebut mengungkap bahwa anak-anak yang dikorbankan mayoritas adalah laki-laki, termasuk beberapa pasang kembar identik. Hal ini menunjukkan bahwa ritual pengorbanan dilakukan berdasarkan hubungan biologis, sejalan dengan kisah dalam kitab suci Popol Vuh yang menggambarkan perjalanan dan pengorbanan anak kembar demi membangkitkan dewa-dewa dunia bawah.
Selain itu, analisis pola makan menunjukkan bahwa anak-anak ini mengonsumsi jagung sebagai makanan utama, dengan tambahan protein dari hewan darat dan air. Perbedaan pola konsumsi mengindikasikan bahwa beberapa di antara mereka berasal dari wilayah lain, termasuk Meksiko tengah dan Honduras. Fakta bahwa anak-anak berkerabat dekat dikorbankan pada usia yang sama memperkuat teori bahwa ritual ini dilakukan dalam kelompok secara bersamaan.
Penelitian juga mengungkap kesinambungan genetik antara suku Maya kuno dan modern, meskipun kontak dengan bangsa Eropa membawa perubahan besar. Perang, kelaparan, dan epidemi menyebabkan populasi Maya menyusut drastis dari sekitar 20 juta menjadi hanya dua juta jiwa pada akhir abad ke-16. Adaptasi genetik terhadap penyakit menular, termasuk perlindungan terhadap bakteri penyebab epidemi cocolizti, menunjukkan bagaimana komunitas ini berevolusi menghadapi tekanan lingkungan. Studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature ini menyoroti pentingnya penelitian antropologi dalam memahami sejarah dan warisan budaya yang masih berpengaruh hingga kini.