Arus Laut Terkuat di Bumi Melambat, Ilmuwan Ingatkan Potensi Bencana
Para ilmuwan mengungkapkan bahwa salah satu arus laut terkuat di dunia mengalami perlambatan akibat perubahan iklim, yang berpotensi menimbulkan dampak besar.
Antarctic Circumpolar Current (ACC) atau Arus Sirkumpolar Antartika diketahui mengalirkan sekitar 173 juta meter kubik air per detik, mengelilingi benua Antartika tanpa henti.
Penelitian terbaru mengindikasikan bahwa pada tahun 2050, ACC bisa melambat hingga 20% akibat dampak perubahan iklim yang dipicu oleh aktivitas manusia.
Jika perlambatan ini terjadi, maka bisa memicu ‘efek domino’ berupa pencairan es yang semakin cepat, kenaikan permukaan laut, serta peningkatan suhu global.
Lebih kuat dari Gulf Stream, ACC berperan sebagai bagian dari sistem sirkulasi laut global yang menggerakkan air, panas, dan nutrisi ke seluruh dunia. Namun, pencairan es di Antartika yang semakin meningkat membuang air tawar ke lautan, yang pada akhirnya melemahkan arus laut tersebut.
Menurut Dr. Bishakhdatta Gayen, profesor di University of Melbourne, keseimbangan lautan sangat kompleks. Jika sistem yang ada terganggu, maka konsekuensinya bisa sangat besar, termasuk cuaca ekstrem yang semakin parah dan percepatan pemanasan global akibat berkurangnya kemampuan laut dalam menyerap karbon.
Seperti Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC) yang berada di utara, ACC juga didorong oleh air laut yang sangat asin dan dingin. Ketika es terbentuk, air yang tersisa menjadi lebih asin dan padat, lalu tenggelam ke dasar lautan, membawa oksigen serta mengaduk sedimen yang kaya nutrisi.
Sementara itu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa luas es laut di sekitar Antartika mencapai titik terendah tahun lalu. Data dari US National Snow and Ice Data Center (NSIDC) mencatat bahwa pada 15 Februari 2025, luas es laut Antartika hanya tersisa 2,07 juta km², jauh di bawah rata-rata historis 2,932 juta km² pada periode 1981-2010.
Dr. Gayen menjelaskan bahwa pencairan es yang semakin cepat mengakibatkan pelepasan air tawar dalam jumlah besar ke laut, yang berkontribusi terhadap melemahnya arus laut di sekitar Antartika.
Dengan menggunakan superkomputer tercanggih di Australia, para peneliti melakukan simulasi yang menunjukkan bahwa pencairan es dapat memperlambat ACC sebesar 20% dalam skenario emisi gas rumah kaca yang tinggi.
Dampak dari perlambatan ACC bisa sangat luas, mengingat arus ini berfungsi sebagai penghalang alami yang melindungi Samudra Selatan dari pengaruh arus laut lainnya. Jika ACC melemah, maka lebih banyak panas dari utara akan mencapai Antartika, mempercepat pencairan es, dan memperburuk perubahan iklim.
Antartika menyimpan sekitar 90% cadangan air tawar di Bumi dalam bentuk es, sehingga mencairnya lapisan es di sana bisa menyebabkan kenaikan permukaan laut yang signifikan. Bahkan, meskipun peningkatan permukaan laut hanya terjadi secara bertahap, dampaknya bisa dirasakan oleh jutaan orang yang tinggal di wilayah pesisir.
Perlambatan ACC juga berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem, mengubah pola cuaca, serta mempercepat pemanasan global dengan mengurangi kemampuan lautan menyerap karbon dan panas.
Dalam makalah yang diterbitkan di jurnal Environmental Research Letters, para peneliti menekankan bahwa satu-satunya cara untuk mencegah perubahan ini adalah dengan memperlambat laju pencairan es melalui upaya mitigasi perubahan iklim.
Dr. Taimoor Sohail, rekan penulis studi ini, menegaskan bahwa jika pencairan es dapat dikurangi, maka kemungkinan dampak buruk yang diprediksi dalam penelitian ini tidak akan terjadi.