Jejak Sejarah Jember: Dari Wilayah Tertinggal Menjadi Kota Tembakau Ternama
Surabaya – Jember, yang kini dikenal sebagai pusat penghasil tembakau terbaik di Indonesia, memiliki sejarah yang kaya dan kompleks. Sebelumnya hanya sebuah distrik kecil di bawah Lamajang, wilayah ini berubah drastis menjadi salah satu daerah yang mendunia, khususnya setelah era kolonial Belanda.
Pada masa lalu, Jember merupakan wilayah yang memiliki topografi dataran rendah dengan banyak rawa dan genangan air, bahkan nama “Jember” sendiri diyakini berasal dari kata “becek,” yang berarti berlumpur. Banyak desa di Jember yang memiliki nama yang berkaitan dengan air, seperti Curah Lele dan Curah Nangka, mencerminkan kondisi alam yang khas.
Sejarah panjang Jember juga berawal sejak abad ke-13, di mana wilayah ini adalah bagian dari kerajaan Majapahit. Pada tahun 1359 M, Jember menjadi tempat ziarah Raja Hayam Wuruk dan menjadi medan perang dalam Perang Paregreg. Menurut Nur Setiawan, pemerhati sejarah Surabaya, nama Jember sendiri mencerminkan evolusi daerah ini dari masa Majapahit hingga era kolonial. “Jember dulunya bagian dari Lamajang di bawah Majapahit, dan berkembang menjadi daerah tersendiri setelah perpecahan politik,” ujarnya.
Pada masa penjajahan Belanda, Jember dikenal dengan sebutan “Java’s Oosthoek” dan menjadi wilayah penting yang dikuasai VOC. Ketika Belanda menerapkan kebijakan Open Door Policy, Jember mulai bertransformasi menjadi pusat perkebunan besar, terutama tembakau, kopi, kakao, dan karet.
Pada 21 Oktober 1859, tiga tokoh Belanda, George Birnie, Mathiesen, dan Van Gennep, mendirikan NV Landbouw Maatschappij Oud Djember (LMOD) yang menjadi awal kemajuan Jember sebagai kota tembakau. Tembakau Jember pun terkenal karena kualitasnya yang sangat baik, setelah varietas lokal disilangkan dengan tembakau dari Amerika Latin.
“Keberhasilan tembakau Jember juga turut mengubah perekonomian daerah ini, yang sebelumnya terbelakang, kini tumbuh pesat dengan pembangunan infrastruktur dan populasi yang berkembang pesat,” kata Nur Setiawan. Seiring dengan berkembangnya industri tembakau, banyak pekerja lokal dan pendatang yang terlibat dalam proses produksi, dari pembibitan hingga pengiriman ke pasar global.
Namun, setelah Indonesia merdeka, perusahaan-perusahaan Belanda yang mengelola perkebunan ini dinasionalisasi pada tahun 1958 dan 1959, menjadi Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Meski begitu, tembakau Jember tetap memiliki peranan penting dalam industri tembakau global meski menghadapi tantangan pada 1970-an. Saat itu, banyak perusahaan yang terpaksa gulung tikar akibat perubahan pasar.
Hingga kini, masih terdapat 18 eksportir tembakau yang beroperasi di Jember, yang tetap mempertahankan statusnya sebagai penghasil tembakau berkualitas. Tembakau Jember bukan hanya menjadi simbol agribisnis, tetapi juga merupakan cermin dari perjuangan melawan penjajahan Belanda. Seperti halnya tokoh Joko Sambang dan Sumur Gemuling, yang meskipun sering dianggap jahat, sebenarnya berjuang melawan kebijakan kolonial yang merugikan petani lokal.
Dengan sejarah yang panjang dan penuh perjuangan, Jember telah menunjukkan bahwa penghasil tembakau terbaik ini bukan hanya hasil dari kekuatan ekonomi, tetapi juga merupakan bagian dari dinamika sosial, budaya, dan politik yang membentuk daerah ini hingga hari ini.